Bila Kekuasaan di Tangan Seorang Kristiani, Amorpost-com-Kekuasaan seringkali dipahami sebagai kemampuan seseorang utk memaksakan kehendaknya kepada orang lain utk berpilaku sesuai dengan apa yang di kehendakinya, meakipun orang lain itu tidak ingin berperilaku demikian. Kurang lebih kaum Weberian menganut paham itu, meski dengan beragam formula.
Fondasi dasar dari kekuasaan itu adalah “kemampuan”. Pertantaanya sekarang adalah dari manakah kemampuan itu?
Menjawab pertanyaan tersebut Weber sumber kekuasaan yakni tradisional, karismatik, dan legal rasional. Para mahasiswa sosiologi tentu sangat hafal dengan kategori Weber ini. Sumber kekuasaan tradisional di wariskan dan orang menerima begitu saja kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau beberapa orang.

Biasanya kekuasaan seperti ini disertai dengan keyakinan spiritual bahwa sang penguasa merupakan titisan Tuhan atau orang yang dipilih oleh Yang Maha Tinggi. Mitos-mitos tentang kemampuan sang penguasa terus mereproduksi kekuasaan sang penguasa di satu pihak dan ketaatan rakyat tanpa persoalan pada pihak lain.
Kekuasaan karismatik berbasis pada kemampuan khusus yang dimiliki oleh seseorang. Orang tersebut bisa saja berasal dari rakyat biasa atau juga orang terdidik. Biasanya kekuasaan model ini sangat nampak pada sistuasi-situasi khusus. Gus Dur misalnya muncul saat krisis kepemimpinan nasional pasca reformasi 1998 atau Soekarno pada era Kemerdekaan.
Dan terakhir kekuasaan legal rasional berbasis pada ketentuan-ketentuan rasional. Prinsip-prinsip dan praktek – praktek kontestasi demokrasi pada masyarakat modern merupakan contoh idealnya.
Bagi orang kristen atau para pengikut Kristus pertannyaanya adalah cukupkah seorang kristen mendapatkan kemampuan berdasarkan salah satu dari sumber kekuasaan tersebut?
Kemampuan yang diperoleh oleh seorang kristen dapat saja bersumber dari salah satu kategori Weber tersebut. Namun, itu saja tidak cukup. Sebab ia tidak akan menjadi pembeda dari orang-orang lainnya yang memiliki kekuasaan dari sumber yang sama.
Sumber kemampuan yang dimiliki oleh seorang kristen untuk memaksakan kehendaknya berdasakan penegertian Weber di atas berdasar pada empat relasi dasar. Relasi dasar yang pertama adalah relasi dengan Allah, relasi dasar yang kedua adalah dengan diri sendiri, relasi dasar yang ketiga adalah dengan sesama dan yang terakhir dengan alam.
Bagi orang kristen Allah adalah sumber kekuasaanya meskipun diperoleh melalui salah satu model Weberian tersebut di atas. Oleh karena itu, seorang kristen yang berkuasa akan selalu membangun relasi dengan Allah. Relasi yang baik dengan Allah memungkinkan seorang penguasa kristen melaksanakan kekuasaannya bukan karena didorong oleh nafsu atau ambisi pribadi atau kelompok, melainkan beradasarkan kehendak Allah.
Tipe ideal sebagai contoh relasi itu adalah Yesus sendiri. Yesus menunjukkan kesetiaannya dengan BapaNya dengan memulai setiap karya pembebasanNya dengan meminta kuasa pada BapaNya. Baik kuasa penyembuhan maupun kuasa untuk membagkitkan.
Dalam kisah puasanNya selama 40 hari, Yesus menolak tawaran setan untuk menguasai dunia ini, mendapat pelayanan dari para malaikat atau menikmati kekayaan yang memukau. Singkatnya kemampuan yang dimiliki Yesus untuk mengubah dn mempengaruhi semata-mata hasil dari kesetiaanNya membangun relasi dengan BapaNya sebagai sumber kekuasaan.
Sumber kekuasaan yang kedua adalah relasi yang baik dengan sesama. Relasi yang baik dengan sesama terjadi dari awal kekuasaan itu di dapat sampai pada waktu yang tidak terbatas.
Kekuasaan seorang pemimpin kristiani adalah produksi dari hubungan yang baik dengan sesamanya. Kekuasaan ini akan terus direproduksi dalam kesetiaan membangum relasi yang baik dengan orang lain secara terus menerus pula.
Sumber kekuasaan yang ketiga adalah relasi dengan diri sendiri. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa cintailah sesamamu seperti dirimu sendiri.
Cinta diri dalam hal ini mendahului cinta pada sesama. Orang yang dapat mencintai sesamanya adalah orang yang telah berhasil mengusahakan sesuatu yang terbaik bagi dirinya, baik yang terbaik bagi jiwanya maupun bagi tubuhnya.
Seorang pemimpin tidak mungkin dapat memberi  memberi semangat membangun pada yang dipimpin kalau ia sendiri tidak memiliki semangat membangun dan seterusnya.
Sumber yang keempat adalah membangun relasi yang baik dengan alam. Ada pandangan bahwa alam itu bersifat infrahuman. Artinya ia berada di bawah manusia.
Pandangan yang antoposentris ini telah melahirkan tindakan dan rekayasa sewenang wenang terhadap alam. Perusakan lingkungam hidup, hidup boros dan meenjauh dari alam seperti lebih suka makanan olahan industri adalah sebagian contoh yang dapat diangkat sebagai bukti relasi yang tidak harmonis dengan alam.
Keempat sumber babgi seorang kristen memiliki kemampuan untuk mendapatkan dan melaksanakan kekuasaanya. Ada banyak contoh dalam sejarah baik yang tertulis dalaam Kitab Suci maupun yang terekam dalam sejarah peradapan masyarakat modern yang menunjukkan bahwa kehancuran sebuah bangsa ddn peradapan selalu di dahului dengan hubungan yang tidak baik dengan Allah, sesama, diri sendiri dan alam.
Dari keempat sumber itu, relasi dengan Allah mejadi sumber utama dari sumber yang lainnya. Orang yang memiliki relasi yang baik dengan Allah tahu bagaimana relasi dengan sesama, diri sendiri dan alam dapat dibangun.
Penulis: Yustinus Suhardi Ruman
Staf Pengajar Character Building Universitas Bina Nusantara, Jakarta dan aktif pada Perkumpulan Hidup Sehat di Kupang.
Indah, benar, dan dalam, namun sayangnya terlalu banyak salah ketik. QC Indah, benar, dan dalam, namun sayangnya terlalu banyak salah ketik. QC please. .