15.8 C
New York
Friday, September 29, 2023

Buy now

Mgr. Theodorus van den Tillaart SVD, Sosok Uskup yang Rendah Hati dan Berwibawa

Mgr. Theodorus van den Tillaart SVD: Uskup yang Rendah Hati dan Berwibawa, Amorpost.com – Tanggal 15 Agustus, Gereja Katolik Timor mengenang hari lahir seorang tokoh Gereja Katolik yang sangat berpengaruh di era tahun 1940 hingga akhir tahun 1990-an. Dia adalah Theodorus van den Tillaart, Vikaris Apostolik Timor yang Kedua, dan Uskup keuskupan Atambua yang pertama.

Theodorus van den Tillaart lahir pada tanggal 15 Agustus 1909 di Veghel, Belanda. Katika beranjak remaja ia masuk Seminari SVD di Steijl dan melanjutkan studi Filsafat dan teologi dalam Serikat Sabda Allah. Pada tanggal 18 Agustus 1935 ia ditahbiskan sebagai imam SVD dalam umur 26 tahun tiga hari. Bulan Januari 1937 ia tiba di Timor dan membuka stasi Maubesi.

Mgr. Theodorus van den Tillaart, SVD
Mgr. Theodorus van den Tillaart, SVD (Foto : hirarkigereja.katolikpedia.org)

Setelah beberapa tahun di situ beliau kemudian menjadi Deken TTU dan Regional SVD Timor. Pada tanggal 14 Nopember 1957 biliau diangkat sebagai vicaris Apostolis Atambua. Ketika itu ia berumur 48 tahun 2 bulan. Tanggal 29 Juni 1958 ditahbiskan sebagai uskup dalam usia 48 tahun 9 bulan.

Tanggal 3 Januari 1961 ketika berumur 51 tahun 4 bulan ia diangkat sebagai uskup penuh di wilayah keuskupan Atambua. Uskup yang sangat kebapaan dan berwibawah ini, menggembalakan umat keuskupan Atambua selama 26 tahun. 3 Pebruari 1984 ia pensiun dalam usia 74 tahun 5 bulan.

Setelah penyerahan tugas keuskupan kepada Mgr. Anton Pain Ratu, SVD maka beliau diberi kesempatan untuk memilih tempat istirahatnya. Ia kemudian memilih tinggal di Atapupu sebagai uskup titular sekaligus masih aktif melayani umat di sana.

Selain melayani paroki ia juga membantu para pengrajin garam dengan menawarkan garam-garam para pelaut ke komunitas-komunitas biara yang ada di wilayah keuskupan Atambua. Sekali dalam seminggu beliau mengantarkan garam-garam petani ke biara-biara dengan pikupnya.

Beliau meninggal karena kanker otaknya RKZ Surabaya. Dari Surabaya ia diterbangkan kembali ke Timor. Dari Kupang hingga Atambua, umat dari Paroki-paroki berbaris di sepanjang jalan Kupang – Atambua untuk memberi pengormatan terakhir kepada uskup kecintaan umat Timor ini.

Pada hari pemakanmannya umat berjubel memenuhi kota Atambua untuk memberi penghormatan terakhir, yang jenasahnya disemayamkan di Kathedral Atambua. Beliau adalah Gembala yang baik, yang selalu dikenang dihati umat Timor.

Orang-orang dan pemerintah lokal dari wilayah asal Mgr. Theodorus van den Tillaart di Belanda, mengenang beliau sebagai seorang tokoh dari wilayah mereka.

Untuk mengenang ketokohan beliau, mereka membuka sebuah jalan baru di Veghel (kota kelahirannya) yang menghubungkan Molenstraat dengan Stationsstraat, dan jalan ini diberi nama Mgr. van den Tillaartstraat.

Beberapa perkembangan penting selama beliau menggembalakan keuskupan Atambua antara lain:

Pertama, tahun 1967 wilayah Kupang memisahkan diri dari induknya Keuskupan Atambua. Dioses Atambua yang sangat luas itu dibagi menjadi dua keuskupan,yakni keuskupan Atambua yang wilayahnya meliputi Kabupaten Belu dan TTU, Dioases Kupang yang wilayahnya meliputi Kabupaten Kupang, TTS, Sabu, Rote dan Alor. Tanggal15 Agustus 1967 P. Gregorius Manteiro, SVD yang waktu itu bertugas sebagai rektor seminari Kisol, ditahbiskan menjadi Uskup diosis Kupang.

Kedua, kaderisasi Imam Diosisan. Mgr. Sulama memiliki visi yang jelas tentang apa yang harus dilakukan supaya umat Keuskupan Atambua semakin berdikari dan memiliki tradisi Kristiani yang kuat dalam kehidupannya setiap hari. Ia mulai mendorong siswa-siswa seminari supaya memilih masuk menjadi calon imam Diosisan selain calon imam misionaris SVD.

Dorongan dan inisiatip untuk memaksimalkan potensi calon-calon imam orang Timor ini akhirnya membuahkan hasil yang maksimal pada era tahun 1970-an hingga sekarang. Bapak Uskup van den Tillaart telah melihat ke depan tantangan yang akan ia hadapi.

Dan benar, ketika tahun 1977, pemerintah Indonesia melarang masuknya misionaris asing ke Indonesia, Keuskupan Atambua telah siap dengan tenaga imam proja dan bantuan dari imam-imam SVD Timor di lapangan maupun tenaga yang siap panen di Seminari Tinggi.

Ketiga, kaderisasi awam. Suatu terobosan “luar biasa” yang patut orang Timor hargai dan banggakan adalah kaderisasi kaum awan yang telah dimulai sejak akhir tahun 1950-an hingga tahun 1980-an. Kami katakan luar biasa karena terobosan ini yang kemudian membawa banyak orang Timor dapat berperan penting baik dalam Gereja maupun di dunia pendidikan dan pemerintahan.

Tercatat, tahun 1959 dan 1968 keuskupan Atambua mengirim masing-masing dua orang ke Filipina untuk belajar di San Carlos University, Cebu, Philippines. Selain itu ada banyak sekali orang muda yang dikirim ke Jawa untuk mengambil bidang studi keguruan supaya menjadi guru di Seminari Lalian, SMA Suria, SPG Kefemanu dan STM Nenuk.

Ada juga yang mengambil kedokteran, teknik dan bidang-bidang lain yang kemudian akan menjadi pemimipin baik di bidang pendidikan maupun di Pemerintahan dan kesehatan. Ada juga yang dikirim untuk mengambil bidang katekese di Ruteng, Malang dan Jogyakarta, sehingga awal tahun 1970-an hampir semua paroki telah memiliki seorang katekis, yang menjadi tangan kanan pastor paroki .

Keempat, Sekretariat Pastoral. Atas inisiatip beliau didirikanlah Kantor Sekretariat Pastoral (SEKPAS) Keuskupan Atambua yang dikendalikan oleh dua katekis andalannya yaitu Drs. Anton Bele dan Drs. Lazarus Anin. Kantor sekretariat pastoral ini ternyata bukan hanya mengurusi administarai perkantoran tetapi juga berperan sebagai dapur karya pastoral Keuskupan Atambua.

Selama kepemimpinan beliau ada dua kali Sinode Keuskupan antara lain (1) Sinode Pastoral I dilaksanakan di Nenuk pada tanggal 10 – 11 Desember 1980, dan (2)Sinode II terjadi di Lalian pada tahun 1982. Dirumuskan dalam sinode itu bahwa masalah sosial yang dihadapi Gereja adalah masalah dualisme iman, rendahnya Sumber daya manusia masyarakat dan kemiskinan ekonomi.

Masalah dualisme iman cukup dominan memperlihatkan betapa sulit mengakarnya iman di hati umat. Demikian juga kebodohan dan kemiskinan adalah masalah kemanusiaan yang harus diperangi.

Ketika Uskup Sulama menyerahkan secara resmi jabatan Uskup kepada Mgr. Anton Pain Ratu SVD pada tanggal 9 Mei 1984, Keuskupan Atambua telah mengalami perkembangan yang luar biasa. Di tahun 1980 jumlah umat katolik meningkat menjadi 284.373 jiwa (90,47%) dari penduduk sebanyak 314.318 jiwa.

Jumlah Paroki ada 32 paroki. Ke-32 paroki itu berada di tiga Dekenat yang masing-masingnya dipimpin seorang deken. Dekenat Belu Utara, Rm. Edmundus Nahak; Dekenat Malaka, Rm. Domi Metak; dan Dekenat Timor Tengah Utara, P. Yakobus Bura SVD.

Imam berjumlah 61 orang yang terdiri dari 22 imam praja dan 39 imam SVD. Imam yang bekerja sebagai pastor paroki dan pastor pembantu paroki berjumlah 38 orang; imam yang bekerja di lembaga-lembaga non paroki, 16 orang; sedang imam yang studi/bekerja di luar Keuskupan Atambua berjumlah 7 orang.

HIMNE ABADI UNTUK MGR. SULAMA
1
Tubuh Hina nan cemar kaku tak berdaya
Namun Jiwamu mulia dalam pangkuan Allah
Salam pahlawan Kristus kujunjung jasamu
Salam pahlawan cinta kugaungkan baktimu
2
Kami kenang jasamu gembala tercinta
Hidup serta karyamu jadi pandu iman kami
Salam pahlawan Kristus kujunjung jasamu
Salam pahlawan cinta kugaungkan baktimu

Amor
Amorhttp://www.amorpost.com
Adrian B., SS.STB, Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dan Ateneo de Manila University. Hoby Menulis, Membaca, Web Design, Fotografy, Beternak, Touring dan Kegiatan Karitative.

Related Articles

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
3,874FollowersFollow
0SubscribersSubscribe

Latest Articles