24.6 C
New York
Sunday, October 1, 2023

Buy now

Semoga Indonesia Kita Abadi! (Sebuah Doa di Momen HUT Kemerdekaan RI ke-72)

Semoga Indonesia Kita Abadi! (Sebuah Doa di Momen HUT Kemerdekaan RI ke-72), Amorpost.com – Jangan sekali-kali melupakan sejarah alias “jasmerah”! Inilah kata-kata bernas yang pernah digaungkan oleh presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno dalam pidato terakhirnya pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia  17 Agustus 1966, 51 tahun silam.

Pidato ini mensinyalir refleksi Soekarno akan kondisi riil kontekstual Indonesia saat itu. Soekarno mengatakan kondisi bangsa Indonesia saat itu berada pada posisi gawat/darurat menghadapi konflik atau gejala perang saudara di antara anak bangsa sendiri.

Indonesia merdeka
Indonesia merdeka (Foto dari Herman Damar)

17 Agustus 2017 ini, seruan Soekarno ini seolah-olah relevan untuk digaungkan kembali. Seruan yang layak direfleksikan kembali oleh seluruh entitas bangsa Indonesia: pemerintah, tokoh politik, birokrat, pengusaha, masyarakat, akademisi, kaum professional, perempuan dan laki-laki, kaum muda atau pun tua.

Ya, setiap anak bangsa layak melihat kembali siapakah diri kita ini. Who am I? Yang tidak melihat kembali dirinya tidak layak untuk merayakan HUT RI ke-72 tahun 2017.

Di sini saya coba membagi hasil refleksi saya menjelang HUT RI tahun 2017 ini. Saya beri judul “Semoga Indonesia Kita Abadi”! Ini sebuah doa permohonan untuk langgengnya eksistensi bangsa Indonesia kita ini.

Dalam konteks biologis bangsa, Indonesia sudah merdeka tanggal 17 Agustus tahun 1945 silam. Dan kini Indonesia memasuki usia 72 tahun pada tahun 2017 ini.

Suatu usia yang cukup tua untuk mati dari dimensi fisik-biologis ketubuhan. Usia 72 tahun itu usia pensiun. Dan siap-siap untuk hilang wajah dan hilang fisik dari atas dunia menghadap haribaan Sang Khalik, Pencipta Alam Semesta.

Kalau kita analogikan dengan tubuh, maka badan Indonesia sejauh ini masih cukup menderita! Menderita ketidaksejahteraan dalam berbagai multidimensi pembangunan bangsa.

Masih saja ada anak bangsa yang sakit perut kelaparan di bidang ekonomi, amnesia politik santun bermartabat di panggung politik nasional, stress pendidikan dalam berbagai level, dan konflik horizontal di masyarakat lantaran perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).

Belum ditambah dengan tumor ganas korupsi di tubuh lembaga pemerintah yang seolah-olah menjadi aporia, soal tanpa penyelesaian yang tuntas-memuaskan semua pihak. Konflik politik meraih ambisi kekuasaan masih menjadi trend aktual perjalanan bangsa ini. Jangan lupa juga virus radikalisme, intoleransi, dan fundamentalisme yang masih bercocol kuat pada tubuh segelintir pola pikir anak bangsa.

Semua fenomena sakit ini membuat kita berpikir bahwa bangsa Indonesia masih mengalami cedera nasionalisme. Bangsa Indonesia sedang terciderai di tubuhnya sendiri akibat ulah anak bangsa yang sibuk bertengkar untuk meraih ambisi kekuasaan dan vested interested yang egoistik, picik, murahan bahkan rendah nilainya dalam konteks universalisme (nasionalisme) Indonesia kita.

Seharusnya elemen bangsa ini berpikir, berjuang dan bertindak untuk membela nasionalisme Indonesia agar Indonesia makin maju, makin sejahtera, makin damai, makin toleran dan makin bersih dari aspek korupsi. Ternyata Indonesia sedang sakit fisik. Sakitnya bangsa ini untuk melestarikan nasionalisme kita.

Itu tadi diagnosa nasionalisme secara biologis. Namun bagaimana nasionalisme dari sisi rohani spiritual? Bangsa ini memiliki modal nasional yang luar biasa! Kita memiliki jumlah penduduk yang besar (demografi), sumber daya alam yang luar biasa, karakter manusia yang ramah tamah dan murah hati, kaum muda yang penuh semangat, kepedulian sosial dan rasa empatik yang cukup tinggi dalam masyarakat, tradisi budaya yang unik, pariwisata yang menarik wisatawan domestik dan asing dll. Litani potensial lain masih bisa kita perpanjang sendiri.

Kita pun memiliki keyakinan religius (agama) yang mengandung nilai cinta kasih dalam pergaulan antarumat manusia yang mengajarkan kita pentingnya etika toleransi. Toleransi itu kata kuncinya untuk melestarikan bangsa ini.

Kita pun memiliki spirit keterbukaan (open minded) terhadap warga dunia luar sehingga memungkinkan kita bekerja sama di bidang pendidikan, pertahanan, budaya, ekonomi, iptek dll untuk membangun bangsa. Ini adalah spirit yang membuat kita bertahan dan kukuh berdiri melestarikan eksistensi negara Indonesia merdeka.

Toleransi antarkelompok itu roh kita Indonesia! Toleransi penting agar kita Indonesia tidak sakit! Toleransi penting agar kita tetap sehat. Toleransi itu dalam bahasa Arab artinya tasamuh, tolerare dalam bahasa Latin, tolerance dalam bahasa Inggris, tepo solira dalam bahasa Jawa dll.

Toleransi kebangsaan penting agar kita mengendalikan diri (self-controlling) agar tidak saling menghancurkan, tidak saling menyakitkan, tidak saling merusakkan sebagai satu kesatuan dalam rumah bangsa Indonesia. Toleransi membuat kita saling mencintai, saling jaga dan saling memudahkan dalam urusan kita masing-masing menuju bonum commune (kebaikan bersama) dalam rumah Indonesia.

Ingat, Indonesia itu bukan hanya kamu atau engkau. Indonesia itu aku, engkau, dia, kamu, kita, mereka. Indonesia itu hakikatnya adalah kita. Ya, kita semua yang berada di atas tanah dan ibu bumi pertiwi ini. Kita aneka suku, multi agama, banyak ras, beda budaya dll namum satu dalam a nation bernama Indonesia.

Maka saat ini, di momentum 72 tahun Indonesia merdeka, 17 Agustus 2017, mari kita satukan hati, pikiran dan tindakan untuk berdoa demi keabadian Indonesia. Kita memperkuat Indonesia yang bhineka tunggal ika ini berjalan dalam pusaran sejarah menuju realitas tak berhingga.

Berbeda dalam banyak hal, namun satu dalam bangsa Indonesia. Inilah slogan abadi yang mampu membuat Indonesia sehat selalu dan selamanya langgeng dalam tatanan dunia sepanjang zaman, dari 17 Agustus 1945 sampai dengan 17 Agustus tak berhingga di masa depan…..Jayalah Indonesia kita dan kita Indonesia selamanya. Amin!

Penulis : Dr. Frederikus Fios, S.Fil., M.Th

*Dosen Universitas Bina Nusantara Jakarta, Direktorat Humas Vox Point Institut Jakarta, Pendiri Institut Pendidikan Agama Katolik (IPAK) Parung Panjang, Bogor.

Related Articles

1 COMMENT

  1. Dirgahayu ke-72 NKRI tercinta.
    Bhinneka Tunggal Ika harga mati.
    Semoga nasiinalisme generasi sekarang dan mendatang tetap berkobar. ??

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
3,876FollowersFollow
0SubscribersSubscribe

Latest Articles