BISAkah Seorang Katolik Menikahi Seseorang dari Agama Lain?, Amorpost.com-Kata BISA mengandung 4 huruf dimana dari setiap huruf akan dipertimbangkan hal-hal untuk menjawab pertanyaan tersebut.
1. B artinya BISA
Bisa dalam kamus besar bahasa Indonesia bearti mampu. Hal yang memampukan seseorang untuk menyatakan “Ya” dalam hidup perkawinan adalah CINTA.
Tanpa cinta, apapun alasannya, tak akan bertahan lama. Cinta adalah landasan dalam setiap pernikahan.
Terlebih dalam Katolik, CINTA adalah hukum ilahi dimana semua hukum manusia harus merujuk padanya. Dengan adanya cinta, tantangan apapun ketika seseorang hendak menikah atau sedang menjalani hidup keluarga akan mampu bertahan sampai sang khalik memanggilnya kembali.
2. I artinya IMAN

Hal yang perlu dipertimbangkan bagi seorang Katolik yang hendak menikahi seorang yang beragama lain adalah IMAN. Dalam konteks pernikahan beda agama, kesulitan pertama adalah untuk iman si pengantin itu sendiri dan iman dari anak-anak yang adalah buah dari perkawinan mereka.
Oleh karena itu, Ibu Gereja memiliki tanggungjawab penuh terhadap kehidupan iman jemaatnya membangun suatu ajaran bagi pernikahan beda agama yang disebutnya halangan disparitas cultus atau halangan pernikahan beda agama.
Halangan pernikahan beda agama itu pun perlu dibedakan lagi menjadi dua macam yakni, halangan pernikahan beda gereja (mixta religio) dan pernikahan beda agama (disparitas cultus). Pernikahan beda gereja berearti salah satu pihak beragama Katolik sedangkan pihak lain beragama Kristen baik baptisanannya diakui Katolik maupun tidak diakui Katolik.
Lebih lanjut, pernikahan beda agama (disparitas cultus) berarti salah satu pihak adalah Katolik sedangkan pihak lain adalah non-Kristen yang tidak dibaptis (agama Islam, Budha, Hindu, Konghuchu dll). Itulah halangannya. Namun, jangan kuatir karena halangan-halangan tersebut pasti runtuh kalau ada CINTA bukan?
3. S artinya SAKRAMEN
Dalam bahasa hukum Gereja, perkawinan antara dua orang yang telah dibaptis Katolik adalah sakramen. Itu artinya perkawinan mereka itu mengikuti hukum perkawinan Gereja Katolik berarti monogami dan setia sampai mati.
Baca Detailnya di sini: Mengapa Perkawinan Katolik Tak Terceraikan? Simak Penjelasannya!
Lebih lanjut, perkawinan terjadi dimana satunya dibaptis Katolik sedangkan yang lainnya tidak dibaptis Katolik maka perlu ada ijin khusus. Bahasa hukumnya demikian;
Sesuai dengan hukum yang berlaku dalam Gereja Latin, maka Perkawinan campur membutuhkan izin eksplisit dari otoritas Gereja, supaya diizinkan. Bdk. CIC, can. 1124. Dalam hal perbedaan agama dibutuhkan dispensasi eksplisit dari halangan ini demi keabsahannya. Bdk. CIC, can. 1086.
Izin dan dispensasi ini mengandaikan bahwa kedua mempelai mengetahui dan tidak menolak tujuan dan sifat-sifat hakiki perkawinan, demikian pula kewajiban yang dipikul pihak Katolik menyangkut pembaptisan dan pendidikan anak-anak dalam Gereja Katolik. Bdk. CIC, can. 1125.
Itu artinya Gereja melalui uskup setempat dapat bersikap terbuka untuk memberikan ijin maupun dispensasi. Alasan pemberian ijin atau dispensasi itu adalah jika masalahnya dapat dipertimbangkan secara masuk akal, artinya ada proporsi yang seimbang antara beratnya kasus yang membutuhkan pelonggaran dengan makna ajaran dan Kitab Hukum Kanonik.

4. A artinya ABSAH
Dalam konteks pernikahan beda agama atau perkawinan campur, kita perlu mengikuti tata cara hukum untuk sampai pada keabsahan suatu perkawinan. Gereja memberikan DISPENSASI khusus dengan mengikuti beberapa aturan hukum berikut:
Kan. 1124 – Perkawinan antara dua orang dibaptis, yang diantaranya satu dibaptis dalam Gereja katolik atau diterima didalamnya setelah baptis dan tidak meninggalkannya dengan tindakan formal, sedangkan pihak yang lain menjadi anggota Gereja atau persekutuan gerejawi yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja katolik, tanpa izin jelas dari otoritas yang berwenang, dilarang.
Kan. 1125 – Izin semacam itu dapat diberikan oleh Ordinaris wilayah, jika terdapat alasan yang wajar dan masuk akal; izin itu jangan diberikan jika belum terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1° pihak katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan iman serta memberikan janji yang jujur bahwa ia akan berbuat segala sesuatu dengan sekuat tenaga, agar semua anaknya dibaptis dan dididik dalam Gereja katolik;
2° mengenai janji-janji yang harus dibuat oleh pihak katolik itu pihak yang lain hendaknya diberitahu pada waktunya, sedemikian sehingga jelas bahwa ia sungguh sadar akan janji dan kewajiban pihak katolik;
3° kedua pihak hendaknya diajar mengenai tujuan-tujuan dan ciri-ciri hakiki perkawinan, yang tidak boleh dikecualikan oleh seorang pun dari keduanya.
Kan. 1126 – Adalah tugas Konferensi para Uskup untuk menentukan baik cara pernyataan dan janji yang selalu dituntut itu harus dibuat, maupun menetapkan cara hal-hal itu menjadi jelas, juga dalam tatalahir, dan cara pihak tidak katolik diberitahu.

Mungkin kita berujar, betapa beratnya aturan hukum-hukum itu. Jangan kuatir. Semuanya dapat diatasi karena CINTA. Ketika kita membaca bahasa hukum Kanonik, ada dua hal yang prlu diperhatikan yakni Letter of the law (Hukum secara literal) dan Spirit of the Law yakni Roh dari Hukum itu.
Maka jika kita melihat ketatnya hukum itu dari segi literal saja tidaklah cukup. Kita perlu melihat melampaui mengapa hukum seperti itu dubuat.
Berkaitan dengan kanon-kanon tersebut perlu dipehatikan bahwa dalam perkawinan campur beda agama terdapat beberapa ganjalan (resiko dan bahaya) yang menjadi dasar keprihatinan Gereja Katolik, antara lain:
Pertama, tentang pengakuan sahnya perkawinan beda agama oleh masing-masing agama.
Kedua, tentang beda hukum perkawinan dalam agama masing-masing, misalnya dalam ajaran fikh Islam, di mana seorang laki-laki menyetujui adanya perkawinan poligami, sedangkan di katolik sendiri tidak pernah menerima poligami dengan alasan apapun) , dan Ketiga, tentang pendidikan anak.

Bila masing-masing pihak berpegang teguh pada hukum agamanya, maka pendidikan anak akan tetap sulit dilaksanakan. Belum lagi bila ada campur tangan mertua yang kurang bijaksana.
Oleh karena itu, maka Gereja mengeluarkan aturan tersebut supaya melindungi pihak Katolik dari hal-hal yang menjadi halangan di atas. Jadi, kembali ke awal bahwa hukum kasih tetap berlaku.
Gereja mengasihi jemaatnya dengan mengeluarkan aturan yang sedemikian, namun pada akhirnya kedua mempelai dengan CINTAnya yang mendalam menyatakan “YA” untuk semumur hidup. Jadi BISAkah Seorang Katolik Menikahi Seseorang dari Agama Lain?
Jawabannya BISA, tapi jangan lupa konsultasi dengan pastor parokimu ya… Semoga bermanfaat Amores…
Sumber:
-. YouCat no. 268, Can a Catholic Christian marry a person from another religion?
-. Katekismus Gereja Katolik no. 1633-1637
-. Kitab Hukum Kanonik Mengenai Perkawinan Campur
-. Cardinal Alfredo Ottaviani, Sacred Congregation For The Doctrine Of The Faith, Instruction On Mixed Marriages*
-. Jimmy Akin, What does the Church say about mixed-faith marriage?