15.2 C
New York
Tuesday, September 26, 2023

Buy now

Menjadi Penebar Kasih, Bukan Hoaks – Opini Rm. Jufri Kano, CICM

Cara mengatasi hoax
Foto ilustrasi dari Pixabay.com

Menjadi Penebar Kasih, Bukan Hoaks, Amorpost.com – Kita harus mengakui bahwa sekarang ini, media sosial merupakan sarana yang paling cepat dalam menyebarkan informasi. Bayangkan saja, berkat bantuan media sosial, apa saja yang terjadi saat ini di suatu tempat bisa dengan segera diketahui oleh orang lain di tempat yang berbeda.

Kapan pun kita membeberkan informasi di media sosial seperti Facebook, Twitter, atau Instagram, hanya dalam hitungan detik teman-teman kita di tempat lain mengetahui informasi itu. Luar biasa!

Sejatinya, media sosial itu diciptakan untuk ‘mempertemukan’ kembali orang-orang yang selama ini hilang kontak, ‘mempersatukan’ mereka yang sudah lama terpisah, dan ‘menghubungkan’ mereka yang tinggal berjauhan. Dengan bantuan media sosial, kita bisa terhubung kembali dengan teman-teman sekolah, kawan-kawan masa kecil, bahkan dengan mantan-mantan.

Itu idealnya. Tapi sayangnya, media sosial tidak selalu digunakan sesuai dengan tujuannya. Coba kita perhatikan, media sosial justru menciptakan jurang yang dalam antar-pribadi. Ada banyak kasus terjadi di mana orang lebih memilih untuk berkomunikasi dengan orang yang jauh daripada orang yang sebenarnya hanya berada di depan mata.

Saya pernah menyaksikkan sendiri bagaimana satu keluarga yang pergi makan di sebuah restoran sibuk chatting di media sosial tanpa mempedulikan anggota keluarga lain di sampingnya. Mereka tidak ngobrol, mereka tidak bercerita.

Hal serupa bisa kita lihat di mana-mana. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, hampir semuanya melakukan hal yang sama. Suami sudah tidak lagi duduk bercerita dengan istrinya, demikian juga istri sudah tidak lagi punya waktu untuk bercerita dengan suaminya; orang tua tidak lagi mempunyai waktu untuk duduk bercerita dengan anak-anak, dan seterusnya. Semua sibuk dengan online di media sosial.

Akibat dari pengaruh media sosial, kehadiran orang tua menjadi tidak dirasakan lagi oleh anak-anak sebab orang tua sibuk update status di Facebook. Saking sibuknya dengan media sosial, ada orang tua yang menelantarkan anak-anaknya, keluarganya, dan sebagainya. Gara-gara media sosial, orang terlibat dalam ‘CLBK’ (Cinta Lama yang Belum Kelar-kelar).

Media sosial juga telah dijadikan sebagai tempat untuk meluapkan emosi orang sehingga segala sesuatu yang dialami serasa harus ditumpahkan di sana. Lihat saja, banyak orang menggunakan media sosial untuk bertengkar, saling hujat, saling fitnah, dan sebagainya.

Tidak ada yang salah dengan media sosial. Sama seperti yang lain, saya juga pengguna media sosial. Kita justru harus bangga bahwa pada zaman ini kita mempunyai sarana komunikasi yang serba canggih seperti itu.

Gereja juga tidak pernah melarang kita untuk menggunakan media sosial. Sebaliknya, Gereja mengapresiasi penggunaan sarana komunikasi, yang di dalamnya tentu saja ada hubungannya dengan penggunaan media sosial. Makanya, Gereja sampai memperingati Hari Minggu Komunikasi Sedunia.

Namun, tentu kita diajak supaya menggunakan media sosial secara arif dan bijaksana sebab media sosial, jika disalahgunakan, bisa membawa perpecahan. Segala berita hoaks, ujaran kebencian, dan fitnah, jelas-jelas membuat orang yang tadinya akur menjadi saling bermusuhan.

Akhir-akhir ini, yang namanya kabar bohong atau hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian seolah-olah menjadi hal yang lumrah. Kita bisa melihat kenyataan ini di media sosial; sebab semuanya bertebaran di sana tanpa ada yang menyaring. Padahal, Allah sudah melarang tindakan yang tidak terpuji itu jauh sebelum manusia mengenal yang namanya media sosial.
Allah melarang kita supaya jangan pernah menjadi penyebar apalagi pencetus hoaks atau kabar bohong. Kita harus berlaku jujur di hadapan Allah dan sesama. Allah berfirman: “Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong” (Kel. 23:1a).

Bayangkan, sejak lama Allah sudah melihat bahwa suatu saat kemungkinan seperti ini pasti terjadi; dan ini sudah terbukti pada zaman kita. Sekarang, kasus penyebaran hoaks atau kabar bohong marak terjadi di mana-mana. Pencetus dan penyebarnya berasal dari hampir semua tingkatan umur: mulai dari yang tua, muda, hingga anak-anak. Makanya, saat ini, orang semakin susah membedakan mana kabar bohong dan mana kabar yang sebenar-benarnya.

Allah juga menginginkan supaya kita tidak menciptakan fitnah atas siapapun juga. Jika ya katakan ya, atau jika tidak katakan tidak. Allah berfirman: “Janganlah engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar. Haruslah kaujauhkan dirimu dari perkara dusta” (Kel. 23:1b, 7a).

Rasa-rasanya, saat ini, dengan gampangnya orang memberikan kesaksian palsu. Fakta diputarbalikkan seenak jidat. Kejujuran hampir merosot. Uang bisa memanipulasi kejujuran sehingga yang benar jadi salah dan yang salah jadi benar. Sumpah tidak lagi menjamin kejujuran. Fitnah tumbuh subur.

Ketika ada orang melakukan kesalahan di media sosial, hampir tidak ada satu pun orang yang mengatakan itu salah. Yang ada hanya ‘LIKE’ dan ‘EMOTICON’. Makanya, tidak heran jika ada orang berpendapat bahwa sebenarnya media sosial membuka ruang bagi terciptanya ‘kejahatan berjamaah’.

Semua orang ikut ditarik untuk melakukan kejahatan yang sama. Seolah-olah itu normal-normal saja. Entah suara hatinya tumpul atau bagaimana. Itu yang terjadi saat ini. Kejahatan dilakukan secara beramai-ramai. Kejahatan yang tidak kurang dahsyatnya di media sosial adalah munculnya ujaran kebencian. Padahal, Allah sudah bersabda: “Janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan” (Kel. 23:2a).

Selain itu, media sosial jangan sampai menyulitkan kita untuk berkomunikasi, baik dengan sesama maupun dengan Tuhan. Artinya, bahwa media sosial jangan pernah menggantikan perjumpaan pribadi kita dengan Tuhan dan sesama. Komunikasi kita dengan Tuhan dan sesama tidak boleh terputus hanya karena kita sibuk chatting di media sosial.

Baca juga: 

Patut juga kita sadari bahwa komunikasi kita dengan Tuhan tidak pernah terjadi lewat aplikasi: Whatsapp, Instagram, Telegram, dan sebagainya; melainkan melalui doa; sebab doa adalah komunikasi antara manusia dengan Tuhan. Hanya dalam dan melalui doa kita bisa berbicara secara empat mata dengan Tuhan. Maka, jangan gantikan waktu doa kita dengan main Facebook, apalagi berdoa di Facebook.

Semoga kita memanfaatkan media sosial yang kita miliki untuk sesuatu yang menggembirakan dan yang menyatukan; dan terutama mendorong orang agar semakin dekat dengan Tuhan dan sesamanya.

Amor
Amorhttp://www.amorpost.com
Adrian B., SS.STB, Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dan Ateneo de Manila University. Hoby Menulis, Membaca, Web Design, Fotografy, Beternak, Touring dan Kegiatan Karitative.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
3,873FollowersFollow
0SubscribersSubscribe

Latest Articles